Penjara
Tak Kasat Mata di Kampus Biru UM Purwokerto
Kampus sebagai salah satu
institusi pendidikan tinggi, berfungsi pula sebagai laboraturium akademik yang
memiliki tanggungjawab memfasilitasi terselenggaranya kegiatan pembelajaran, baik
secara akademik maupun non akademik. Dalam bidang akademik kampus memiliki
tanggungjawab memfasilitasi sarana dan prasarana penunjang kegiatan
pembelajaran agar kondusif. Sedangkan dalam bidang non akademik kampus memilki
tanggungjawab memfasilitasi dan mendanai kegiatan mahasiswa yang tergabung
dalam organisasi dan kegiatan non akademik lainnya. Adapun fasilitas-fasilitas
tersebut meliputi, kelengkapan sarana prasarana serta pendanaan kelembagaan.
Pada dasarnya lembaga
kemahasiswaan merupakan bentuk kegiatan non akademik, yang merupakan wadah
pengembangan diri bagi mahasiswa. Organisasi Mahasiswa adalah salah satu bagian
yang penting dalam dunia akademisi kampus, dikarenakan dengan organisasi
mahasiswa mampu memahami banyak hal di luar kuliah baik itu dibidang olahraga,
jurnalistik, himpunan mahasiswa yang kaitannya dengan jurusan masing-masing,
kegiatan alam bebas dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga kemahasiswaan tersebut
merupakan elemen yang penting dalam kampus yang mewadahi dan menampung minat
bakat dan aspirasi mahasiswa.
Pada hakikatnya lembaga
kemahasiswaan yang lebih familiar, dengan sebutan student goverment kampus, merupakan elemen-elemen penting di dalam kampus.
Sebagai peranan tak kalah penting, dimana kemajuan kampus salah satunya dapat
terlihat dari gerakan mahasiswanya, baik dalam mengawal isu-isu sosial
masyarakat secara kampus, lokal, regional, wilayah maupun dalam skala nasional.
Keberadaan lembaga/organisasi kampus, memiliki peranan sosiocontrol dalam kebijakan-kebijakan baik di dalam kampus maupun
di luar kampus. Hal tersebut membuktikan bahwasanya keberadaan
lembaga/organisasi kemahasiswaan di dalam kampus, merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan. Oleh karenanya lembaga-lembaga tersebut sudah selayaknya
mendapatkan hak sebagai bagian dari elemen kampus.
Tetapi pada faktanya,
tidak semua kampus memberikan dan memberlakukan kebijakan tersebut. Hal yang
nyata salah satunya terjadi di UMP. Keberadaan lembaga di dalam kampus UMP belum
sepenuhnya terfasilitasi, dan seakan-akan tidak diakui oleh pihak kampus
seperti yang sedang terjadi pada hari ini lembaga-lembaga/organisasi dari
tingkat Universitas, tingkat Fakultas hingga tingkat Program studi, bahkan unit
kegiatan mahasiswa, seolah-olah sedang dikebiri oleh birokrasi kampus. Hal
tersebut tidak hanya menimpa lembaga semata. Melainkan mahasiswa UMP secara
umum juga ikut menjadi korbannya. Hal tersebut sebagaimana setiap satu
semester, mahasiswa diwajibkan membayarkan dana HER yang hingga saat ini
mahasiswa sendiri, belum mengetahui alokasi penggunaannya. Apakah untuk
keperluan mahasiswa umum itu sendiri atau untuk kepentingan lain. Hal
tersebut tidak pernah dijelaskan oleh
pihak kampus. Bahkan adanya pungutan dana HER yang dibayarkan setiap semester
juga tanpa rincian penggunaan.
Selain tidak
adanya transparansi tentang penggunaan dana HER. Mahasiswa secara umum juga
dirugikan dengan, layanan fasilitas kesehatan. Dimana dalam setiap satu
semester registrasi yang dibayarkan oleh setiap mahasiswa, telah mencakup salah
satunya dana kesehatan. Tetapi pada kenyataanya, pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh kampus, jauh dari kata layak. Dimnana obat-obatan yang diberikan
kepada mahasiswa saat menggunakan fasilitas gratisnya bisa dikatakan jauh dari
kata standar. Hal tersebut mengakibatkan banyak diantara mahasiswa memilih
berobat di klinik UMP, sebagai pasien pada umumnya, dan sudah barang tentu
harus membayar. Melihat kenyataan tersebut maka sangatlah jelas bahwa fasilitas
kesehatan yang telah mahasiswa bayarkan menjadi mubadzir.
Tidak adanya transparansi
penggunaan dana, oleh birokrasi kampus kepada mahasiswa, atas pungutan-pungutan
yang mahasiswa bayarkan setiap semester,
secara tidak langsung telah menyebabkan kerugian kepada setiap mahasiswa
yang secara tidak sadar bahwasanya mereka telah dirugikan. Adapun kerugian
tersebut dapat diasumsikan secara matematis. Jika setiap satu semester satu
mahasiswa membayar dana kesehatan sebesar Rp 50.000 maka jika seluruh mahasiswa
aktif UMP berjumlah sekitar 8000 orang maka akan diperoleh, angka Rp 400.000.000,
yang jika di sinkronkan jumlah mahasiswa yang sakit dan berobat di klinik
kampus tentunya lebih banyak yang tidak sakit, dan lebih banyak yang tidak
berobat di klinik kampus yang gratis.
Jika dari dana kesehatan
yang nominalnya kecil saja dapat diperoleh angka hingga Rp.400.000.000, lantas
bagaimana dengan dana HER, yang nominalnya jauh lebih besar. Secara matematis
jika kita hitung kasar saja, semisal satu anak membayar Rp. 350.000 tiap
semester maka jika angka mahasiswa aktif setiap semesternya sama yaitu 8000
mahasiswa aktif, dapat dihitung Rp.350.000x8000 maka ketemu angka Rp.2.800.000.000.
bagaimana kawan-kawan besar bukan? sekali lagi saya ingatkan itu hanya
itung-itungan kasar. Terkait dengan masalah rugi dan tidak rugi kawan-kawan berhak
untuk menyimpulkannya sendiri.
Selain kerugian yang
ditanggung mahasiswa secara umum, kerugian juga amat sangat terasa terhadap
mahasiswa yang aktif dilembaga. Kenyataan tersebut terlihat dari berbagai hal
diantaranya, proses pencairan dana yang berbelit-belit, dan penangguhan
proposal kegiatan yang berimbas pada tidak cairnya dana kelembagaan, yang
berakibat pada mangkraknya kegiatan lembaga. Selain itu pihak birokrasi kampus
juga banyak menginjak-injak hasil kesepakatan lembaga yang secara tegas dan terang
menolak suara mahasiswa, hal tersebut dibuktikan dengan dimentahkannya hasil
kesepakatan lembaga di KM UMP yang menyatakan diri dan bersepakat, bahwasanya
penandatanganan proposal kegiatan lembaga tidak menyertakan tanda tangan
presiden BEM UMP.
Kebijakan tersebut
merupakan hasil kesepakatan lembaga yang seharusnya diakui oleh birokrasi.
Sebagai bentuk pengakuan atas pemerintahan mahasiswa di kampus. Belum cukup
dengan hal tersebut, justru birokrasi melakukan intervensi melalui civitas akademik yang
melibatkan jajaran akademisi dosen dan karyawan, yaitu berupa himbauan kepada
mahasiswa agar mengakui secara paksa Presiden BEM UMP yang pada dasarnya belum
sah secara aturan. Adapun bunyi himbauan tersebut adalah sbb “aslmkm...mhn
mf bpk/ibu mengingatkan kmbli bhw setiap proposal mhs hrs dtnda tangani olh
presiden BEM (yg sdh di SK kan olh rektor).. krna mncul sinyalemen bbrp lembaga
mhs tidak mengakui keberadaan presiden BEM.. dan kami di BKA sdh menyampaikan
pd mhs bhw tanpa tnda tangan Presiden BEM, dana tdk akan dikeluarkan..
Demikian, skali lg mhn kerjasamanya bpk/ibu utk mengawal SK rektor tsb...
terimakasih”**
Himbauan oleh birokrasi
kampus tersebut disebar luaskan oleh dosen kepada mahasiswa. Selain konten
himbauan tersebut, Rancangan Anggaran Belanja (RAB) lembaga juga tidak pernah
memilki nilai tawar di birokrasi. Hal ini dibuktikan pada setiap tahunnya
lembaga kemahasiswaan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan kebijakan penting
tersebut. Kampus selalu mengambil keputusan sepihak, pada akhirnya pemlotingan
dana kegiatan kemahasiswaan selalu jauh dari yang dianggarkan. Terbukti dengan
tidak naiknya dana kemahasiswaan, yang berhenti pada angka Rp 295.000.000, sama
seperti sebelumnya. Sementara lembaga kemahasiswaan sendiri telah bertambah.
Selain itu birokrasi juga meminta agar dana kemahsiswaan yang tak mengalami
kenaikan harus dipangkas untuk kegiatan Kongres Mahasiswa (KOSMA), dalam hal
ini jelas akan berpengaruh pada jumlah dana yang diperoleh oleh lembaga.
Membaca konten dan isi
sms tersebut, maka sangatlah jelas bahwa pada hari ini, kampus telah
mengintervensi mahasiswa, dalam hal ini memilki pemerintahan sendiri. Dengan
beredarnya sms himbauan serta kebiasaan kampus yang selalu mengambil kebijakan
tanpa melibatkan mahasiswa maka jelas-jelas bahwa pada hari ini birokrasi
kampus UMP, tak lagi menghargai dan menghormati kelembagaan mahasiswa sebagai
pemerintahan kampus yang merupakan elemen penting kampus.
Selain itu adanya
himbauan yang disebar luaskan melalui dosen, dan adanya kebijakan yang selalu
diambil sepihak oleh kampus, merupakan hal yang cukup membuktikan, kebebasan
mimbar akademik dan ruang berpendapat pada mahasiswa di Kampus UMP sedang dikebiri.
Selain itu hak bersuara, berpendapat juga sedang dibungkam dan prinsip
berdemokrasi sedang dikhianati oleh birokrasi kampus.
Menyikapi hal tersebut,
kami mengundang dan mengajak seluruh elemen lembaga kampus (UKM, DEMA F, BEM F, HMPS)
pada khususnya, serta seluruh mahasiswa
pada umumnya, untuk merapat dan berkumpul dalam satu barisan. Solidaritas untuk
KM UMP. Dengan menyuarakan hak-hak mahasiswa. Dalam hal ini menuntut kepada
kampus untuk Stop Intervensi Birokrasi, cabut SK Rektor tentang Presiden BEM, Kembalikan
Hak-hak Mahasiswa, Stop Pengkerdilan Demokrasi, Transparansi Dana Kemahasiswaan,
dan Naikan Dana Kemahasiswaan.(red)
Salam Satu, Salam Solid,
KM UMP Satu, KM UMP Solid..!!!
Panjang Umur pergerakan, Panjang Umur
Perjuangan..!!!
Hidup
Mahasiswa, Hidup Mahasiswa, hidup mahasiswa...!!!
Hidup
Rakyat..!!! Hidup Rakyat..!!! Hidup Rakyat Indonesia!!!
** : sms diperoleh dari sumber yang
tidak dapat disebutkan namanya, ditulis sesuai dengan teks aslinya