Biografi
Jendral A.H Nasution – Jendral Besar Yang Taat Beribadah
Biodata Jendral Abdul Haris Nasution
Nama: Abdul Haris Nasution
Pangkat: Jenderal Bintang Lima
Lahir : Kotanopan, Tapanuli Selatan,
Sumatera Utara, 3 Desember 1918
Meninggal: Jakarta, 6 September 2000
Agama : Islam
Istri: Ny Johanna Sunarti
Pendidikan :
= HIS, Yogyakarta (1932)
= HIK, Yogyakarta (1935)
= AMS Bagian B, Jakarta (1938)
= Akademi Militer, Bandung (1942)
= Doktor HC dari Universitas Islam
Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
= Universitas Padjadjaran, Bandung
(Ilmu Politik, 1962)
= Universitas Andalas, Padang (Ilmu
Negara 1962)
= Universitas Mindanao, Filipina
(1971)
Karir :
= Guru di Bengkulu (1938)
= Guru di Palembang (1939-1940)
= Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
= Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung
(1945-1946)
= Dan Divisi I Siliwangi, Bandung
(1946-1948)
= Wakil Panglima Besar/Kepala Staf
Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
= Panglima Komando Jawa (1948-1949)
= KSAD (1949-1952)
= KSAD (1955-1962)
= Ketua Gabungan Kepala Staf
(1955-1959)
= Menteri Keamanan Nasional/Menko
Polkam (1959-1966)
= Wakil Panglima Besar Komando
Tertinggi (1962-1963)
= Wakil Panglima Besar Komando
Tertinggi (1965)
= Ketua MPRS (1966-1972)
Biografi Jendral A.H Nasution
Jendral A.H
Nasution atau Jendral Abdul Haris Nasution adalah salah satu Jendral Besar
yang ikut serta dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah salah satu
saksi sejarah yang berhasil menyaksikan sendiri kemerdekaan Indonesia,
kepemimpinan Orde Lama (Presiden Soekarno), kepemimpinan Orde Baru (Era
Soeharto) dan masa reformasi.
Jendral A.H Nasution (sering disapa Pak Nas)
dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1918 di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatra
Utara. Kesederhanaan, idealisme dan kekuatan visinya serta khusyuknya dalam
beribadah tentulah dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. A.H
Nasution adalah anak dari keluarga petani yang bersahaja dan taat beragama.
Beliau adalah anak kedua dari tujuh bersaudara.
Ayahnya adalah seorang aktivis Sarekat Islam di
Kotanopan, Tapanuli Selatan. Nasution kecil sangat gemar membaca. Buku-buku
seperti biografi tokoh dunia, sejarah dan kisah Nabi Muhammad serta perang
kemerdekaan Belanda dan Perancis telah mengisi hari-harinya.
Setelah lulus AMS-B (setingkat SMA PASPAL) di tahun
1938, Nasution bekerja sebagai guru di Bengkulu dan Palembang. Selepas itu,
Nasution pun bergabung ke dalam Akademi Militer dan sempat terhenti
pendiidkannya karena invasi Jepang pada tahun 1942. Saat itu, Belanda yang
telah kuat armada militernya dapat diberangus oleh Jepang karena tak mendapat
dukungan dari rakyat. Sedangkan Jepang yang barusan masuk ke Indonesia dengan
mudahnya mengalahkan Belanda. Ini menjadi pelajaran bagi Nasution bahwa
dukungan rakyat sangatlah penting bagi militer.
Saat perang Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), TNI
bahu membahu bersama rakyat melakukan perang gerilya atau disebut perang
rakyat. Dan TNI bersama rakyat mendapat kemenangan berhasil mengusir penjajah
Belanda yang mau menjajah Indonesia kembali. Saat itu A.H Nasution diberi
wewenang memimpin Divisi Siliwangi. Pak Nas menarik kesimpulan berharga lagi
bahwa karena rakyat mendukung sepenuhnya maka perang bisa dimenangkan oleh TNI
bersama rakyat.
Hal ini kemudian diterapkan dalam perang revolusi
Kemerdekaan II dimana beliau saat itu menjadi Panglima Komando Jawa
(1948-1949). Beliau adalah jendral idealis yang sangat tekun beribadah. Beliau
lebih memilih hidup sederhana ketimbang menumpuk harta walau itu bisa saja
dilakukannya mengingat posisinya sebagai orang nomor satu di ABRI. Rumah beliau
hingga pensiun tetaplah rumah sederhana yang tak pernah direnovasi. Bahkan
entah karena faktor apa, jaringan PDAM rumahnya disabotase oleh orang yang tak
menyukainya sehingga beliau harus membuat sumur sendiri guna mendapatkan air
bersih. Ternyata walau beliau orang yang sangat jujur dan lurus juga masih ada
saja yang tak menyukainya (lha wong Nabi Muhammad saja yang sudah dijamin Allah
akhlaknya juga masih memiliki musuh, tak ada yang sempurna di dunia ini).
Menikah
Walau sangat sibuk memimpin TNI/ABRI,
Pak Nasution juga manusia biasa yang pernah jatuh cinta. Pak Nas memiliki hobi
bermain tennis. Ketika bermain tennis, beliau berjumpa dengan seorang gadis
puteri kedua dari R.P Gondokusumo pengurus partain Indonesia Raya (Parindra)
yang bernama Johana Sunarti. Pak Nas akhirnya menikahinya dan dikaruniai dua
orang puteri yang cantik-cantik, salah satunya adalah Ade Irma Suryani yang
ikut gugur dalam peristiwa G 30 S/PKI.
Jadi Target Pembunuhan, Dikucilkan
Orba dan Dipersalahkan Reformasi
Jika
kita menengok sejarah, Pak Nas adalah salah satu target pembantaian pemimpin AD
oleh PKI namun lolos dan sebagai gantinya adalah nyawa puteri kesayangannya,
Ade Irma Suryani yang melayang terterjang peluru PKI.
Pak Nas pernah
dituduh sebagai musuh poitik Orba dan dikucilkan padahal beliau adalah salah
satu tonggak lahirnya Orba. Pak Nas lah yang memimpin sidang istimewa MPRS yang
agendanya memberhentikan Presiden Soekarno sebagai Presiden RI pada 1967.
Pak Nasution
adalah jendral yang berhati lembut. Beliau dua kali menitikkan air mata,
pertama ketika melepas jenazah ke tujuh Pahlawan Revolusi yang dibunuh PKI
secara keji . Dan yang kedua adalah ketika menerima pengurus pimpinan KNPI yang
datang ke rumahnya berkenaan dengan penulisan buku, Bunga Rampai TNI, Antara
Hujatan dan Harapan.
Beliau juga
adalah penggagas Dwi Fungsi ABRI, namun beliau merasa bersalah ketika
pelaksanaan dwi fungsi ABRI di selewengkan guna mengekalkan kepemimpinan
seseorang saja. Bahkan konsep yang digagas Pak Nas ini akhirnya dihujat
habis-habisan saat reformasi. Pak Nas merasa turut bersalah dan sedih akan hal
itu. Bukan itu maksud dari gagasannya. Beliau juga tak berniat menjadikan ABRI
sebagai alat poitik kekuasaan.
Usut punya usust
yang menjadikannya dimusuhi penguasa Orba adalah karena Pak Nas adalah salah
satu penandatangan petisis 50. Namun Pak Nas mengakui peran serta Soeharto
dalam memimpin pasukan Wehrkreise melakukan serngan umum 1 Maret 1949 di
Yogyakarta hingga berhasil. Walau Orba mengucilkannya, namun pada akhir
hayatnya, Pak Nas menerima gelar Jendral Besar dari pemerintah. Mungkin gelar
tersebut sebagai wujud terima kasih Soeharto pada jasa Pak Nas. Bagaimanapun
juga Pak Nasution juga telah banyak berjasa dalam melahirkan Orba.
Pak Nas juga
berjasa dalam meletakkan dasar perang gerilya dalam melawan penjajah Belanda.
Segala pengajaran mengenai perang gerilya beliau tuangkan dalam sebuah
buku yang berjudul Strategy of Guerrilla Warfare dimana buku tersebut
telah disadur ke beberapa bahasa asing serta menjadi buku wajib militer di
sekolah-sekolah elite militer di berbagai negara. Termasuk sekolah elite
militer di Amerika, West Point.
Menulis Buku
Ketika
dirinya mulai tersingkir dari dunia politik, yaitu ketika selesai menjadi
pemimpin sidang MPRS tahun 1972, beliau yang pernah menduduki posisi kunci
utama TNI selama 13 tahun ini tak lantas menghiba-hiba meminta kursi politik.
Walau sebenarnya kharisma dan pengaruh beliau masih sangat besar dan bisa saja
beliau menyususn siasat untuk membuat dirinya kembali bertengger di kancah
perpoltikan namun beliau tak melakukan itu. Beliau cukup tahu diri posisinya.
Dan beliau memutuskan menyibukkan diri menulis buku memoar.
Pada
1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan A.H Nasution telah selesai
ditulisnya dan telah beredar di pasaran. Lima memoar ini masing-masing berjudul
Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa
Pancaroba, dan Masa Orla. Dua lagi memoarya, Masa Kebangkitan Orba dan Masa
Purnawirawan, sedang dalam persiapan. Selain memoar, beliau juga menulis buku
yang lain yang berjudul Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar
Perang Kemerdekaan (11 jilid).
Jendral A.H Nasution V.S Presiden
Soekarno
Jendral A.H
Nasution sangat mengagumi Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno. Menurut
beliau, Bung Karno adalah pemimpin yang sangat kharismatik. Walau begitu,,
ketika Pak Nas memimpin TNI, beliau juga kerap berseberangan dengan sang
proklamator tersebut. Namun kemudian akur kembali. Sebagai contoh, ketika
terjadi pergolakan di dalam Angkatan Darat tahun 1952, Pak Nas menilai sang
Presiden terlalu ikut campur. Kemudian pada “Peristiwa 17 Oktober”, ketika itu
Jendral A.H Nasution ikut andil dalam pembubaran DPRS dan menuntut dibentuknya
DPR baru, sehingga diberhentikan oleh presiden Soekarno.
Sempat
tak akur beberapa lama, pada tahun 1955 Bung karno rukun kembali dengan Pak Nas
dan mengangkat beliau menjadi ketua KSAD. Yaitu setelah adanya pemberontakann
PRRI/Permesta dimana Pak Nas dipercaya sebagai co-formatur pembentukan Kabinet
Karya dan Kabinet Kerja.
Ketika
selesai perang pembebasan Irian Barat, kedua tokoh nasional ini terjadi cek-cok
lagi dikarenakan Bung Karno memberi kesempatan pada PKI yang nyata-nyata
berhalauan komunis untuk berkembang di INdonesia dimana Pak Nas sangat
bertentangan engan prinsip PKI.
Itulah
kisah putus-nyambung antara Ir soekarno dan Jendral A.H Nasution. Apapun yang
terjadi, Pak Nas tetaplah mengagumi sosok Ir Soekarno, jika ditanya alasannya
beliau menjawab “ Bung Karno sudah keluar masuk penjara gara-gara
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sebelum saya faham apa itu perjuangan
kemerdekaan.”
Wafatnya Jendral A.H Nasution
Semenjak kecil,
Jendral A.H Nasution sudah biasa hidup sederhana. Hal inipun beliau terapkan
hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal di usia 82 tahun tepatnya 6 September
2000 (bulan yang sama ketika beliau menjadi target pembunuhan G 30S/PKI namun
meleset). Beliau tidak meninggalkan materi berlimpah. Hanya idealisme dan
kekayaan pengalaman dalam berjuang saja yang beliau wariskan melalui
buku-bukunya.
Rumah
tinggal beliau bersama keluarga besarnya yang terletak di jalan Teuku Umar
Jakarta tampak begitu sederhana dan tak pernah tersentuh renovasi, sangat jauh
sekali dari standar rumah seorang perwira tinggi TNI. Beliau juga telah
kehilangan anak perempuannya yang cantik, Ade Irma, terkena terjangan peluru
PKI. Namun sebagai gantinya beliau dikaruniai umur panjang hingga bisa melihat
sendiri pergantian kekuasaan diantara tokoh-tokoh yang beliau kenal juga
(kemerdekaan Indonesia, Orde Lama – Soekarno, Orde Baru – Soeharto dan
Reformasi).
dari buku : memenuhi panggilan tugas jilid.1 kenangan masa muda
Alamat Rumah :
Jalan Teuku Umar 40, Jakarta Pusat
Telp: 349080